Monday, July 19, 2010

Tulisan (baca: curhatan) dari Calon Mahasiswa

Sehari setelah saya resmi menjadi calon mahasiswa Antropologi UNPAD via SNMPTN yg kayanya ga bakal saya ambil, pembicaraan antara saya dan papa mulai berat. Mulai dari dunia perkuliahan, pekerjaan, pait-manisnya idup, dan hal-hal penting lainnya yg jarang sekali kita bicarakan berdua.

Dan entah kenapa 2 hari terakhir ini salah satu topiknya tentang lelaki dan jodoh. Yang pertama kemarin sama papa. Agak sedih sih ketika papa bilang kalo saya mau bagaimana pun juga pasti berpisah dengan papa dan ikut suami, membangun rumah tangga, meneruskan karir mama, membahagiakan papa dan mama, dan blablabla.. Dan yg keduaaaaa, tadi pagi sama si om batak saya yg lumayan ganteng.

Om batak saya menceritakan tentang sebagian kisah cintanya; dengan dokter lah, anak pejabat lah, orang penting lah, hingga menemukan belahan jiwanya, yg mana hanyalah orang biasa dari keluarga biasa. Om saya mengakui bahwa istrinya yg sekarang ini emang ga cantik-cantik amat dan sedikit pendek, tapi nurani ga bisa bohong. Inilah yg diakui om batak saya sebagai salah satu contoh bahwa cinta itu buta, dan dialami olehnya. Dan ketika saya ketemu istrinya si om, edan lah baik bangets! Di antara tante-tante saya yg lainnya dari keluarga si om di Medan, memang istrinya lah yg paling baik dan paling bisa bikin saya nyaman (dan kenyang) tentunya.

Si om pun memberitahu satu rahasia penting bagi seorang cewe ketika dateng ke rumah camer atau orang tua pacar: DAPUR. Dan seorang cewe wajib bisa memasak. Pantesan aja ya, sebelum pergi liburan sendirian ke Medan kemarin, mama titip pesen, "di rumah siapa aja, kalo ma odang atau tante-tante yg lain masak, indah harus ikut bantuin. Trus kalo udah beres, bawa piring-piring kotor ke dapur trus cuci."

Rahasia memikat dari si om ganteng ternyata udah saya praktekin, jadi saya hanya manggut dan senyum-senyum aja dengernya. Malah bukan hanya bantuin urusan dapur aja, saya juga bantuin ibunya doski beberes perabotan rumah yg kebetulan sedikit lagi beres renovasi.

Oke, mari cerita dikit tentang pengalaman saya di rumah orang tuanya doski di Medan. Ceritanya cukup panjang, yg mana tentunya si bude saya itu punya andil dalam kedekatan saya dengan orang tuanya. Saya nginep di rumahnya 2 hari, dan semua rasa ada di hati saya. Mulai dari nervous, seneng, ingin kabur, betah, bingung, dan sejenisnya. Parahnya lagi, berhubung rumahnya belom 100% beres renovasi, saya tidur di kamarnya doski yg tentunya ga sama dia ya, tapi sama adenya yg cewe yg 2 taun dibawah saya. Doski sendiri lagi di Bandung, belom liburan kuliah (yes, dia akselerasi 2 kali padahal kita seumur, jadinya di kampus dia seangkatan sama abang saya). Seneng deh, pas jalan malem minggu bareng keluarganya dan saya ngerasa ga enak bodi, ayahnya langsung bawa mobilnya ke apotek dan beli obat, ga kaya bude saya yg ga langsung bertindak.

Malem kedua, kita dinner di Solaria Cambridge. Ah berasa keluarga sendiri aja. Karna niatan saya cuma sehari nginep dan cuma bawa baju ganti sepasang, jadi aja saya dipinjamkan baju adenya doski. Memalukan. Jadi ceritanya ketika siangnya ketemuan bude saya di tempat makan dalam rangka memulangkan saya pada bude, tiba-tiba bunda dan adenya doski menahan saya agar menginap sehari lagi, dan bude saya tampak antara ga ingin saya pulang atau menyuruh saya pedekate sama keluarganya sehari lagi.

Kenyataan membingungkan terjadi keesokan paginya setelah saya di drop bundanya di rumah orang yg saya panggil kakek-nenek, tapi mereka bukan kakek-nenek asli saya. Ternyata, seharusnya saya memanggil bundanya doski dengan sebutan nenek dan saya memanggil doski dengan sebutan OM! Ah tidak! Jadi gini, setelah berbicara panjang lebar bersama Datuak Zainul, kaka ipar bundanya doski, saya mengetahui alur hubungan keluarga kita. Jadi Datuak Zainul itu sepupuan sama Datuak (baca: kakek) saya yg mana ayahnya papa. Istrinya Datuak Zainul itu anak pertama di keluarganya sedangkan bundanya doski anak bungsu kalo ga salah dari 6 bersaudara. Saya pun bertanya pada mama kenapa saya memanggil bundanya dengan sebutan tante, bukan nenek, dan mama menjawab, "kalo manggil nenek ga pantes, soalnya anaknya seumuran sama Indah. Jadi masa indah manggil Zaky om."

Lucu sekali. Baru tau kemarin saya, tentang pohon keluarga kita. Dan setelah dipikir-pikir, sepertinya si bundanya doski ngajak besanan ke bude saya hanya (tentunya) becanda. Tapi dalam Minang, asal beda suku ya ga apa-apa :'). Saya Kampai, dia Caniago. Pantes aja di tiap tweetsnya doski di twitter, dia menganggap keluarga saya ini saudara. Yg paling terakhir, "pagi-pagi dingin makan bika ambon dari saudara". Ya, malamnya dia ke rumah dan mama memberinya sepertiga bika ambon Zulaika yg ukuran besar itu. Halo Saudara, senang bisa jatuh ke kamu.

Oke, balik lagi ke ngobrol bareng si om. Si om berharap saya mendapatkan pria yg bertanggung jawab, bijaksana, bisa jadi pemimpin yg tentunya imannya bagus, gampang deket sama orang tua, dan pas di hati. Plus kalo bisa suami dokter. Huahaha...

2 hari terakhir ini, kesimpulannya adalah saya udah boleh bawa laki-laki ke hadapan orang tua saya, walaupun dari dulu-dulu juga pernah dengan mengenalkan sebagai 'teman', dan hanya satu yg tidak tertangkap kontroversial di kepala orang tua saya, yg beberapa kali ke rumah tetep aja aman.

Ah, halo dunia perkuliahan :))

Sunday, July 18, 2010

uh

Dari A-Z, masih banyak yg kosong, dari mulutku, dari lenganku, dari mataku, dari hidupku. Obrolan tak lagi berarti. Tulisan tak sanggup bercerita. Hitam-putih tak ada bedanya. Jiwa tak bisa menuntun.

Coba saja.

Saturday, July 10, 2010

Bang Bondan bilang, "Ya sudahlah.."

Ah siyal, out of planning. Oke, inget pesen Kodok barusan: "Jangan terlalu ngarep kalo ga mau sakit."

Dan melihat keadaan yg seperti ini, bener aja kata Kodok. Lebih baik saya (kembali) berhenti. Saya melihat dari beberapa pihak memang mendukung, tapi ko hati saya malah ga enak ya?

Ya udah lah ya, ga usah galau-galauan dulu deh disini, rugi dijeh!

Medan, 10 Juli 2010

Thursday, July 8, 2010

Gelap

Mataku lurus menatap jalanan gelap, yang terlihat jika kendaraan berlalu lalang. Malam ini sangat dingin, walaupun AC tidak menyala. Dan percakapan pun nyaris tak ada.

Terkadang diam itu adalah emas, dan sekaranglah waktu emasku. Percakapan hanya akan membuatku semakin sakit, semakin tersiksa, sedangkan ia hanya membuat resolusi di dunia alkoholnya, bukan solusi.

Ya, aku butuh solusi.

Racauan tak jelasnya semakin menjadi, membuyarkan kekokohan hatiku, menyulut api besar. Baru kali ini aku ingin merasakan bunuh diri.

Kaki kananku spontan menginjak pedal gas semakin dalam, semakin cepat, dan bukan jalanan lagi yang gelap, penglihatanku juga.

Wednesday, July 7, 2010

Danau Toba tidak terlalu baik (ternyata)

Si bungsu kangen mama, sumpah. Jujur saja saya sedang kesal sekarang. Dan di keadaan yg seperti ini, mama ga akan membiarkan saya seperti ini.

Saya males cerita kenapa saya kesel emosi membabibuta di saat saya seharusnya menikmati bermalam di pingiran Danau Toba. Ga penting karna nantinya saya tambah emosi. Mungkin saya yg ga bisa terima keadaan yg seperti ini, tapi dengan kondisi badan yg tampaknya akan memburuk, seharusnya mereka mengerti.

Kalau kondisi saya yg tambah ngedrop akan menjadikan saya lebih baik, saya (semoga) ga bakal nyesel.

Danau Toba - Prapat, 10.30 malam.

Tuesday, July 6, 2010

Bukan Pagi Galau

Saya bingung. Medan membuat saya terlalu senang, dan terlalu lelah. Saya takutnya sakit dengan cuaca yg asing ini. Dan sepupu-sepupu saya disini ga ada yg seumuran. Sedih deh, tapi seru-seruin aja lah ya.

Udah ah ga jelas, saya hanya kangen nulis disini aja.