Wednesday, November 23, 2011

On a High

Kembali, aku berada di ketinggian.
Kali ini cukup membuat bulu kudukku berdiri, berbeda dengan yang sebelumnya, yang hanya memicu adrenalinku saja. Aku berpijak pada tali tambang yang diikatkan di antara dua bangunan yang tingginya berpuluh-puluh meter dari permukaan tanah, dan ini adalah tali tambang yang kedua dari yang teratas.

Kakiku sempat terpeleset yang nyaris membuatku terjatuh dari ketinggian, yang kemudian membuatku menoleh ke bawah.

Mengerikan.
Semua yang di bawah nyaris tak terlihat, bahkan teriakannya pun tak terdengar.

2

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Entertainment
Author:Donny Dhirgantoro
“Ini Bulutangkis, dan ini Indonesia.”

Membaca kalimat pertama di resensi belakang sampul novel ini, tentunya saya langsung tertarik untuk membelinya. Sebagai penggemar bulitangkis (atau lebih tepatnya pemimpi menjadi atlet bulutangkis yang ternyata gagal), setengah bagian terakhir dari novel ini cukup menguras emosi. Dan saya ucapkan selamat kepada mas Donny Dhirgantoro , yang sukses membuat novel yang maknanya mantap sekali, setelah ‘5cm’-nya (Y).


“Tetapi hari ini saya bilang sama kalian bahwa mimpi kalian yang telah membawa kalian ke sini adalah omong kosong. Bermimpi saja tidak cukup! Saya akan meminta lebih dari omong kosong, khayalan, impian, dan cita-cita kalian.

Ke setiap diri di depan saya... hari ini, saya bilang... jika kamu punya impian, impian besar dan begitu bermakna, kekuatan imajinasi manusia yang luar biasa, tetapi kamu tidak sedikitpun bekerja keras, tidak sedikit pun meneteskan keringat untuk memperjuangkan impian kamu..., buat saya kamu hanyalah pembual nomor satu untuk diri kamu sendiri.

Juga... ke setiap diri di depan saya hari ini, saya bilang..., jangan coba-coba bekerja keras, tetapi tanpa impian, tanpa impian yang membakar diri dan benak kamu setiap hari, berkeringat, lelah, tetapi tanpa makna, melangkah tetapi tanpa tujuan, bangun di pagi hari menyesali apa yang kamu lakukan, bekerja keras tanpa impian, buat saya..., kamu... hanyalah pembual nomor satu bagi dunia.”


Sebenernya masih banyak kalimat-kalimat atau paragraf yang isinya lumayan nendang. Jika kamu berjiwa nasionalisme, terlebih kamu juga sangat menyukai bulutangkis, maka kamu akan merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan ketika membaca. Bayangan pertandingan bulutangkis yang diceritakan akan tergambar jelas dipikiranmu, mulai dari serve, lop, dropshoot, smash, drive, backhand, dan sebagainya.

Dan jujur saja, saya sampai menangis ketika membaca sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam hati. Terkesan berlebihan memang, tapi itulah, alhamdulillah hati ini masih bisa tergetar.

Oh iya, sama seperti novel Mas Donny sebelumnya, novel ini pun memiliki kekurangan yang sama, yaitu alur cerita yang standar dan monoton di awal cerita, bahkan hampir setengah bagian awal dari novel ini bikin saya berhenti membacanya karena malas, dan gaya penulisannya kurang mengalir. Terlebih di bagian kisah tentang Gusni dan Hary. Kurang greget gitu.

Over all, I recommended you to read this novel!

Kesampingkan cerita kurang gregetnya, dan jangan berpikir akan menyesal jika membeli novelnya seperti yang saya rasakan di awal membaca.

Apa makna ‘2’ dibalik judul novelnya? Temukan lah sendiri jawabannya di akhir cerita :p


“Pernahkah kamu? Berada bersama ribuan saudaramu? Meneriakkan nama bangsamu?”


Ah mampus.
Pengen gue. Bukan hanya meneriakkan nama bangsa bersama, tapi diteriakan atas nama bangsa juga. Cirambay-cirambay deh itu :’)