Thursday, August 4, 2011

Intropeksi

Beberapa hari yg lalu, (alhamdulillah) dengan senang hati saya pergi ke kampus, dengan tujuan berburu tanda tangan rekan-rekan sehimpunan dan beberapa senior di himpunan. Berasa ospek ya, nyari tanda tangan senior. Sebenarnya sih, karena ditagih sama staf prodi Kebidanan kampus. Dan ketika saya masuk ruang prodi untuk menyerahkan absenan tersebut, Bu Ratna, staf yang menagih saya itu justru menyambut saya dengan ramah, "eh Minda. Punten pisan ya, ngerepotin harus ke kampus lagi. Harusnya mah udah libur panjang da ga ada SP kan ya? Makasih ya."

 

Saya sih, kaget ya. Harusnya kan saya yg meminta maaf, karena itu adalah absen jaman kapan, dan baru kemarin saya serahkan kepada beliau. Berkat ke kampus dengan senang hati ini mah. Hehe

 

Sorenya saya ngobrol-ngobrol bersama seorang teman. Dia ini kadang tidak berperasaan, dan kadang tidak tahu mana yg patut dikatakan, dan mana yg tidak patut dikatakan. Tapi karena dia ini teman diskusi saya (bukan temen ngegosip ya) yg paling rasional, saya justru nyaman-nyaman aja temenan sama dia. Dia ini kadar rasionalnya lebih tinggi dibandingkan perasaannya.

 

Jujur, yg saya rasakan selama kuliah segedung dengan para wanita, ternyata membuat logika saya tumpul. Jarang sekali saya menemukan obrolan-obrolan berat bersifat pengetahuan umum, diskusi yg bukan gosip, dan pembicaraan-pembicaraan berlogika. Saya merasa menjadi bodoh, sulit mengendalikan emosi. Jaman SMA saya mempunyai partner diskusi berbobot, dan logika saya lebih jalan ketika itu dibandingkan sekarang.

 

Singkat cerita, saya dibuat dilema akan jabatan baru (seperti biasa, huahaha) gara-gara si temen ini menceritakan sesuatu yg seharusnya tidak dia ceritakan pada saya. Dilema bagian ini ceritanya menggantung, soalnya topik-topik lainnya mengalir begitu saja.

 

Sekitar Magrib saya baru pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, si dilema itu kembali datang, dan munculah perdebatan-perdebatan ga penting yg bikin saya uring-uringan di jalan. Sesampainya di rumah, saya ngesms si temen ini dan bercerita blablabla. Si temen menganjurkan saya untuk mengintropeksi diri sendiri, dengan meminta pendapat orang-orang yg tidak terlalu dekat dengan saya. Dan langsung lah saya ngesms dan nge-BBM beberapa orang, dengan siap menerima kenyataan bahwa diri saya itu buruk.

 

Pertama, dari Iva: "Kata aku mah care, psti ngehargai pendapat orang, ngehargai usaha orang, ga banyak protes.

Klo negatifnya mah blm tau, ga ada sih selama ini buat aku mah hehe."

 

Wajar juga sih ya, belum lama juga kita kenal, tapi saya cukup tersanjung. Hehe :D

 

Kedua, dari Fuji: "Mimin tuh kekeuh. Terus apa lagi ya? Gesit. Terus asik. Ga rese juga. Terus dewasa juga. Negatifnya, Mimin itu heuras. Kekeuh kalo apa2 teh. Terus cara ngomongnya kalo buat org sunda mah aga keras."

 

Saya ngakak doang di bagian terakhirnya. Parah. Jadi maksudnya itu, saya kalau ngomong sunda itu , sundanya kasar. Maklum lah ya, ga begitu ngerti sunda juga. Itu artinya  saya lebih baik tidak berbicara sunda, daripada masalah. Hahaha :D

 

Ketiga, dari mantan ketua Hima: "Minda itu orangnya punya prinsip, gak gampang terpengaruh, dewasa, tegas, gak gampang menyerah, optimis, cerdas.. Cuma kamu itu keras kepala."

 

Dan saya kembali ketawa geleng-geleng di bagian terakhir. Seriusan lho, saya bener-bener ga nyangka kalau senior saya itu bilang saya keras kepala. Soalnya saya sendiri ga ngeh, di sebelah mananya? Saya tanya keras kepala di belah mananya, si teteh bilang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

 

"Astagfirullah, aku ga sadar lho teh, fuji mah bilangnya aku keukeuhan."

 

"Hehehehe... Itu sih pandangan aku ya say... Iyaaa keras kepla teh keukeuhan..sama ajj ("¬_¬)"

 

Saya pun menanyakan negatif apa lagi yg ada di diri saya.

 

"Intinya mah.. Km bertanggung jawab dan bisa diandalkan.. Dan yg terpenting kriteria pemimpin ada da Minda.. Oiya, Minda orangnya canggung..."

 

Nah, yg terakhir itu saya setuju! Saya emang suka karagok sama orang-orang baru atau lingkungan baru. Ditambah kalau lagi not in the good mood. Wah ancur itu, pasti selesainya ngerasa berdosa. Huahaha. Beda cerita kalau saya lagi in the good mood, bisa lah diatur.

 

Bisa dibuktikan dan pasti ada juga beberapa orang yg ngeh dengan sikap canggung saya itu. "Kamu mah cicingeun ih Indah!" Ucap salah satu idola saya ketika launching novelnya.

"Indah Jaim," panggilan dari salah seorang teman yg kenal dari perkumpulan pecinta salah satu radio kondang Bandung.

Dan masih ada beberapa yg lainnya.

 

Semoga saya bisa merubah sikap canggung saya ini, dan semoga saya ga suka males ngomong lagi kalau udah ga ada topik. Amin

 

Yang terakhir, saya meminta pendapat dari sahabat saya sendiri dan menanyakan perihal keras kepala tersebut. Si sahabat saya ini justru melakukan pembelaan, "bukan keras kepala, tapi teguh pendirian. Jeleknya kamu teh dari kbiasaan ajh sih. Kalo kamunya dibawa rusuh sok segala lupa kamu ma, kunci motor ketinggalan, teledor orangnya. Aslinya beh, belom nemu yg ngegemesin dari kamu mah."

 

Wah kalo itu juga saya tau. Huahaha

 

Setelah dipikir-pikir, dulu emang saya ini keras kepala. Ga mau tau, itu tuh harus jadi A. Kalau bukan A, ya udah saya ga mau. Titik. Tapi semenjak kuliah saya bener-bener ga sadar akan kekeras-kepalaan saya ini. Jadi maaf-maaf deh ya, para korban kekeras-kepalaan saya. Hehe

 

Dan yg saya rasa, saya ini sangat goyah. Saya bingung kenapa senior dan teman-teman saya bisa menyimpulkan saya kekeuhan, teguh pendirian, dan ga gampang terpengaruh.

 

Coba deh, intropeksi diri sendiri dengan cara seperti ini, dengan syarat harus bisa menerima kenyataan negatif yg ada di diri kamu dari yg akan orang katakan. Jujur sih, ini membuat saya lega, berbunga-bunga,terharu, dan ga berhenti senyum-senyum ga jelas gara-gara si negatif itu. Rencananya, kalau mood saya lagi oke, saya akan melanjutkan bertanya ke teman yg lainnya  :)

No comments:

Post a Comment